Pakar Hukum Kritik Putusan Kasasi Kasus Narkotika


Tangerang - Akibat materi Hukum Narkotika tidak diajarkan sebagai mata kuliah di Fakultas Hukum di seluruh Indonesia, muncul putusan kasasi yang dianggap bermasalah. Hal itu disampaikan Komjen Pol (Purn) Dr. Anang Iskandar, S.I.K., S.H., M.H., pakar hukum narkotika, melalui akun Instagram pribadinya, Rabu (27/8/2025).

Menurut Anang, putusan kasasi dalam perkara penyalahgunaan narkotika mengandung pertimbangan hukum yang keliru, tidak tepat, serta bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, bahkan melanggar “Konstitusi Narkotika”.

Dalam perkara tersebut, majelis hakim kasasi menemukan barang bukti berupa satu paket kecil sabu seberat 0,02 gram dan satu pipet kaca pirek berisi sabu bekas pakai seberat 0,02 gram di samping terdakwa. Barang bukti itu diperoleh terdakwa dengan cara membeli dari seseorang bernama Asmad seharga Rp50 ribu untuk dipakai sendiri.

Selain itu, hasil analisis laboratorium menyatakan urine terdakwa positif mengandung narkotika jenis sabu. Atas dasar itu, majelis hakim menilai perbuatan terdakwa hanya memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU Narkotika.

Namun, dalam putusan No. 710 K/Pid.Sus/2020, majelis hakim kasasi justru menjatuhkan pidana penjara 1 tahun 6 bulan kepada terdakwa berdasarkan KUHP. Padahal, menurut Anang, seharusnya putusan itu merujuk pada Pasal 127 ayat (2) jo Pasal 103 UU Narkotika, sehingga terdakwa layak dijatuhi hukuman rehabilitasi, bukan penjara.

“Majelis hakim kasasi telah melanggar Konstitusi Narkotika yang diatur dalam Pasal 36 UU No. 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta protokol perubahannya, sebagaimana ditegaskan Pasal 11 ayat (3) UUD 1945. Selain itu, putusan tersebut juga bertentangan dengan Pasal 4 huruf d, Pasal 127 ayat (2) jo Pasal 103 UU No. 35 Tahun 2009,” tegas Anang.

Untuk diketahui, pada tingkat pertama, majelis hakim Pengadilan Negeri Rantau Prapat menjatuhkan vonis 5 tahun 4 bulan penjara dan denda Rp1 miliar kepada terdakwa. Putusan itu kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Medan.
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال