Kediri – Aktivitas tambang pasir di Dusun Ringingong, Desa Sumber Agung, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, yang dikelola CV Jasum Putra, kembali menuai sorotan. Kegiatan penambangan yang menggunakan alat berat dan puluhan dump truck ini bukan hanya persoalan teknis, tetapi mulai mengarah pada dugaan praktik bisnis yang sarat kepentingan sepihak.
Informasi yang beredar menyebutkan bahwa tambang tersebut sudah lama beroperasi, namun hingga kini kejelasan mengenai perizinannya masih kabur. Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan izin usaha pertambangan diduga tidak pernah terbuka ke publik. Situasi ini menimbulkan tanda tanya: benarkah aktivitas tambang berjalan sesuai prosedur hukum, atau justru ada praktik pembiaran dari pihak berwenang?
Selain itu, aliran keuntungan disebut tidak jelas arahnya. Aktivitas tambang menghasilkan keuntungan besar setiap harinya, mengingat tingginya kebutuhan material pasir untuk proyek konstruksi. Namun, keuntungan tersebut diduga hanya mengalir ke kantong pengusaha dan oknum-oknum tertentu yang berada dalam lingkaran bisnis. Sementara itu, kontribusi terhadap pendapatan daerah terindikasi minim, bahkan nyaris tidak transparan.
Dugaan praktik “main mata” antara pengusaha tambang dengan aparat birokrasi juga mencuat. Adanya pembiaran atas kerusakan jalan desa dan lalu lintas kendaraan bermuatan berat tanpa adanya tindakan penertiban memperkuat indikasi adanya “perlindungan” dari pihak tertentu. Situasi ini kian menegaskan adanya potensi korupsi kebijakan, di mana aturan ditegakkan secara tebang pilih sesuai kepentingan kelompok kecil.
Ketiadaan pernyataan resmi dari dinas terkait, termasuk Dinas ESDM dan pemerintah kabupaten, memperbesar kecurigaan publik. Diamnya otoritas seolah menunjukkan adanya sesuatu yang sengaja ditutupi. Jika benar demikian, maka aktivitas tambang ini bukan hanya masalah eksploitasi sumber daya alam, tetapi juga cermin rapuhnya tata kelola pemerintahan di tingkat daerah.
Sementara itu, pihak pengelola tambang, CV Jasum Putra, hingga kini belum memberikan keterangan mengenai dugaan-dugaan tersebut. Transparansi data produksi, pajak, hingga mekanisme perizinan tidak pernah dipublikasikan secara terbuka. Kondisi ini semakin menguatkan dugaan bahwa tambang lebih banyak menjadi lahan basah untuk segelintir pihak daripada memberikan manfaat bagi kepentingan umum.
Jika aparat penegak hukum tidak segera turun tangan melakukan penyelidikan, aktivitas tambang pasir di Sumber Agung berpotensi menjadi contoh nyata praktik bisnis berbasis oligarki lokal, di mana keuntungan hanya berputar di kalangan terbatas, sementara regulasi dan pengawasan dikesampingkan.