Laporan investigasi tim media
Nganjuk – Program Indonesia Pintar (PIP) seharusnya menjadi angin segar bagi siswa dari keluarga kurang mampu. Namun, di SMP Negeri 1 Nganjuk, pelaksanaannya justru memunculkan tanda tanya besar. Data penerima yang menyusut tajam, keterangan yang saling berbeda, hingga sikap bungkam pihak sekolah menimbulkan dugaan adanya persoalan transparansi.
Pintu Tertutup di Sekolah
Tim media berupaya menemui Kepala Sekolah SMPN 1 Nganjuk, Winarsih, untuk mengonfirmasi soal PIP. Namun, pesan singkat tak berbalas, telepon tak dijawab, dan pintu konfirmasi seolah tertutup rapat.
Satu-satunya yang bersedia memberi keterangan adalah Humas sekolah, Lumban. Ia menegaskan singkat: “PIP di SMPN 1 Nganjuk sudah disalurkan.” Namun, saat dicek dengan data resmi, muncul kejanggalan.
Data yang Menyusut Drastis
Rekap penerima PIP SMPN 1 Nganjuk menunjukkan penurunan signifikan dalam tiga tahun terakhir:
2023: 36 nominasi aktivasi & 12 relaksasi
2024: 5 nominasi aktivasi & 3 relaksasi
2025: hanya 2 nominasi aktivasi
Mengapa jumlah penerima bisa anjlok dalam waktu singkat? Apakah siswa yang seharusnya berhak justru tak mendapatkan haknya?
Saat ditanya, pihak sekolah berdalih hanya berperan membantu administrasi rekomendasi ke bank penyalur. “Sekolah tidak mengetahui adanya selisih data,” kata Lumban.
Jawaban Dinas: Normatif dan Mengambang
Tim media kemudian menghubungi Kabid Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk, Munawir. Ia mengulang jawaban serupa: semua PIP disebut telah tersalurkan.
Namun, ketika ditanya soal selisih data penerima yang kian mengecil, Munawir tak memberi penjelasan detail. “Semua PIP sudah tersalurkan. Pihak sekolah hanya sebatas memberikan rekomendasi surat,” ujarnya lewat pesan WhatsApp.
Menariknya, Munawir justru menyinggung isu lain: pembangunan hall serbaguna di SMPN 1 Nganjuk. Ia menegaskan dana itu bukan dari pemerintah, melainkan hasil iuran komite dan sumbangan wali murid.
Dua Isu, Satu Benang Merah: Minim Transparansi
Selain data PIP yang menyusut, pembangunan hall sekolah juga menuai tanya. Banyak orangtua murid mempertanyakan sumber dan mekanisme penggalangan dananya.
Pihak dinas mengklaim berasal dari komite dan wali murid, sementara pihak sekolah tetap bungkam. Dua isu ini memperkuat kesan bahwa manajemen sekolah minim keterbukaan.
Pertanyaan yang Belum Terjawab
Sejauh ini, pernyataan resmi dari sekolah dan dinas hanya menegaskan bahwa PIP sudah tersalurkan. Namun, fakta lapangan justru meninggalkan banyak tanda tanya:
Mengapa jumlah penerima PIP menurun drastis dari tahun ke tahun?
Apakah siswa yang berhak benar-benar sudah menerima haknya?
Bagaimana mekanisme pengawasan antara sekolah, dinas, dan pemerintah pusat?
Benarkah pembangunan hall murni dari sumbangan orangtua, tanpa potensi beban tersembunyi bagi wali murid?
Publik Menunggu Jawaban Kepala Sekolah
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Sekolah SMPN 1 Nganjuk, Winarsih, belum memberikan klarifikasi langsung.
Padahal, publik – khususnya wali murid – berhak tahu kejelasan penyaluran bantuan ini. Tanpa transparansi, tujuan utama PIP untuk meringankan beban siswa miskin justru rawan tereduksi oleh keraguan dan spekulasi.