Kediri – Polemik keberadaan tambang galian C di Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, kembali memantik gejolak. Pemerintah Kecamatan Ngancar bersama Polsek Ngancar akhirnya sepakat menutup sementara aktivitas tambang galian C yang berada di perbatasan Desa Sempu dan Desa Sugihwaras, setelah ratusan warga dari tiga desa sekitar mendatangi kantor kecamatan untuk menyuarakan penolakan.
Warga menilai aktivitas penambangan di aliran lahar Petungkobong itu mengancam lingkungan dan berdampak pada keberlangsungan hidup mereka. “Kami khawatir tanah longsor, jalan rusak, dan air tercemar. Hidup kami yang dikorbankan,” ujar salah satu warga dalam aksi penolakan.
Tudingan Tebang Pilih
Agung Setiawan, aktivis muda asal Jawa Timur, menyambut baik langkah penutupan tambang tersebut. Namun ia menyoroti sikap pemerintah daerah yang dinilai tebang pilih. Menurutnya, masih ada tambang liar lain yang beroperasi tanpa izin di wilayah Kabupaten Kediri, salah satunya di Dusun Margorejo, Desa Manggis.
“Kalau memang penutupan ini dilakukan demi aturan dan keberlanjutan lingkungan, maka seharusnya semua tambang ilegal di Kediri ditertibkan. Jangan hanya satu lokasi yang ditutup, sementara tambang liar lain dibiarkan,” tegas Agung.
Ia juga mempertanyakan keabsahan izin tambang galian C di Ngancar. “Harus jelas apakah izin benar-benar ada, siapa yang mengeluarkan, dan apakah sesuai peraturan. Jangan sampai masyarakat jadi korban ketidakjelasan regulasi,” tambahnya.
Kepentingan di Balik Tambang
Temuan lapangan mengindikasikan adanya dugaan kepentingan bisnis tertentu yang membentengi keberadaan tambang liar di Kediri. Warga menyebut beberapa lokasi tambang seolah kebal hukum karena diduga dilindungi pihak-pihak tertentu. Hal inilah yang menimbulkan persepsi diskriminasi dan ketidakadilan.
Bahkan, sejumlah aktivis menilai pemerintah daerah lebih reaktif ketika ada tekanan massa, bukan karena penegakan hukum yang konsisten. “Jangan menunggu warga turun jalan dulu baru ada penutupan. Seharusnya pemerintah proaktif,” ujar Agung.
Desakan Transparansi
Publik kini menunggu langkah nyata Pemkab Kediri. Jika benar berkomitmen, pemerintah diminta membuka data izin tambang secara transparan: berapa jumlah tambang galian C yang legal, siapa pemiliknya, dan di mana lokasi tambang liar yang akan ditertibkan.
“Tanpa transparansi, masyarakat hanya melihat pemerintah setengah hati. Penutupan tambang Ngancar harus jadi awal penegakan aturan, bukan sekadar meredam gejolak,” pungkas Agung.
Taruhan Lingkungan dan Keadilan
Kasus galian C di Kediri kini menjadi ujian bagi komitmen Pemkab dalam menegakkan aturan sekaligus melindungi lingkungan. Pertanyaan mendasarnya: apakah penutupan tambang hanya formalitas untuk meredakan protes, atau benar-benar menjadi langkah serius memberantas tambang liar yang merusak alam dan merugikan masyarakat?